Jakarta, ZonaNarasi.com – Dalam rapat koordinasi bersama Raja Juli, Ketua Umum Partai Titiek Soeharto menyoroti masalah hutan gundul yang nilai menjadi salah satu penyebab meningkatnya intensitas bencana banjir di Sumatera. Rapat yang berlangsung di kantor pemerintahan provinsi menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pejabat daerah, relawan bencana, dan pakar lingkungan, untuk membahas langkah strategis penanganan dan mitigasi bencana. Titiek menegaskan pentingnya upaya reboisasi dan pengelolaan hutan berkelanjutan untuk mencegah terulangnya bencana serupa di masa depan. Menurutnya, banyak wilayah yang sebelumnya lindungi oleh hutan kini mengalami degradasi serius. Sehingga curah hujan yang tinggi berpotensi menimbulkan banjir dan longsor lebih parah.
Ia juga mengingatkan bahwa pemulihan pascabanjir tidak hanya fokus pada evakuasi dan bantuan logistik, tetapi harus sertai langkah preventif yang sistematis. Pemerintah daerah menyambut sorotan ini dengan serius. Beberapa pejabat menegaskan bahwa program reboisasi dan pemulihan lahan kritis sudah menjadi prioritas, namun membutuhkan dukungan lebih luas, baik dari pemerintah pusat maupun masyarakat setempat. Rapat ini juga membahas koordinasi antara instansi terkait dalam menanggapi bencana sekaligus mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian hutan.
Hutan Gundul dan Dampaknya pada Bencana Banjir
Hutan yang hilang atau gundul tidak hanya mengurangi fungsi ekologis. Tetapi juga mempercepat aliran air hujan ke sungai, meningkatkan risiko banjir. Titiek menekankan bahwa faktor lingkungan ini seringkali terlupakan dalam perencanaan penanganan bencana. Dengan kondisi hutan yang rusak, daerah hilir menjadi lebih rentan terhadap banjir bandang, sementara lahan di sekitar hulu mengalami erosi dan longsor. Pakar lingkungan yang hadir dalam rapat menambahkan bahwa rehabilitasi hutan perlu lakukan melalui penanaman pohon lokal. Dan pengelolaan lahan berbasis masyarakat. Titiek mendukung gagasan tersebut dan menyatakan akan mendorong program sosial serta edukasi lingkungan agar masyarakat memahami pentingnya peran hutan dalam mengurangi risiko bencana.
Pendekatan ini anggap lebih efektif bandingkan hanya mengandalkan tanggap darurat saat bencana terjadi. Selain itu, rapat juga membahas anggaran dan strategi implementasi program reboisasi yang terintegrasi dengan mitigasi bencana. Titiek mengingatkan bahwa langkah pencegahan harus lakukan secara berkelanjutan. Karena hutan tidak dapat pulih dalam waktu singkat tanpa dukungan semua pihak. Ia juga menekankan kolaborasi antara pemerintah, organisasi lingkungan, dan komunitas lokal sebagai kunci keberhasilan program jangka panjang.
Langkah Strategis dan Harapan Pascabencana
Rapat bersama Raja Juli menegaskan perlunya strategi terpadu dalam penanganan bencana di Sumatera. Selain reboisasi, Titiek menyarankan pemetaan wilayah rawan bencana, pembangunan tanggul, dan peningkatan sistem peringatan dini. Tujuannya adalah meminimalkan risiko korban dan kerugian akibat banjir di masa mendatang. Masyarakat menyambut baik perhatian yang berikan Titiek terhadap isu lingkungan dan bencana. Dukungan publik harapkan memperkuat program-program reboisasi dan mitigasi bencana yang sedang jalankan. Rapat ini menjadi momentum penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan untuk lebih serius menindaklanjuti solusi jangka panjang, bukan hanya penanganan darurat pascabanjir. Dengan kesadaran akan hubungan erat antara hutan gundul dan risiko bencana, Sumatera harapkan dapat membangun sistem mitigasi yang lebih tangguh. Kolaborasi pemerintah, masyarakat, dan tokoh publik seperti Titiek menjadi kunci agar bencana serupa dapat minimalkan di masa depan.
